Topik 2 PPDP Demonstrasi Kontekstual

Topik 2

Demonstrasi Kontekstual

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya (PPDP)

 


1.   Menurut Anda, apa saja hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan pembelajaran yang ideal untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik?

Jawab:

Menurut saya, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan kembali oleh guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, diantaranya:

a.         Tujuan Pembelajaran

Sebagai guru perlu menentukan tujuan yang jelas dan spesifik untuk setiap sesi pembelajaran. Tujuan yang baik akan membantu mengarahkan kegiatan pembelajaran dan memastikan bahwa peserta didik mencapai hasil yang diharapkan.

b.      Latar belakang, perkembangan, dan kesiapan peserta didik

Guru perlu mengenai latar belakang etnis, budaya dan status sosial peserta didik, serta tahap perkembangan dan kesiapan peserta didik (minat, motivasi, gaya belajar) sehingga guru dapat mengenali kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Dengan memahami peserta didik secara individu, guru dapat merancang pembelajaran yang relevan dan menarik bagi mereka serta sesuai dengan yang dibutuhkan peserta didik.

c.         Konten Pembelajaran

Guru perlu memilih konten yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik. Pastikan konten tersebut relevan, akurat, dan dapat diakses oleh peserta didik. Gunakan berbagai sumber daya seperti buku teks, materi online, dan materi audiovisual untuk mendukung pembelajaran.

d.         Metode Pembelajaran

Memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik. Gunakan pendekatan yang beragam seperti ceramah, diskusi kelompok, studi kasus, atau proyek kolaboratif. Hal ini akan membantu meningkatkan keterlibatan peserta didik dan memfasilitasi pemahaman yang lebih baik.

e.         Evaluasi Pembelajaran

Merencanakan asesmen yang sesuai untuk mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. Guru dapat menggunakan berbagai instrumen penilaian seperti tes, tugas, atau proyek untuk mengukur pemahaman peserta didik. Asesmen yang dirancang dengan baik akan memberikan umpan balik yang berguna bagi peserta didik dan membantu guru dalam mengevaluasi efektivitas pembelajaran.

f.          Keselamatan dan Kesehatan

Memastikan bahwa lingkungan pembelajaran aman dan sehat bagi peserta didik. Pertimbangkan faktor-faktor seperti kebersihan, keamanan, dan kenyamanan ruang belajar. Juga, perhatikan kebutuhan khusus peserta didik seperti aksesibilitas bagi peserta didik dengan disabilitas.

g.         Keterlibatan Peserta Didik

Melibatkan peserta didik dalam perencanaan pembelajaran. Berikan mereka kesempatan untuk memberikan masukan, berbagi pendapat, dan mengambil bagian aktif dalam proses pembelajaran. Ini akan meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.

Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, diharapkan kita sebagai guru dapat membuat perencanaan pembelajaran yang ideal yang berpihak pada peserta didik. Perencanaan yang baik akan membantu menciptakan pembelajaran yang efektif, menarik, dan relevan bagi peserta didik.

 

2.      Menurut Anda, apa kriteria perencanaan pembelajaran yang ideal? Mengapa?

Jawab:

Terdapat dua kriteria perencanaan pembelajaran yang ideal, diantaranya:

a.       Keselarasan (Coherence)

Keselarasan berarti rancangan pembelajaran memiliki pola yang logis dan memiliki keterkaitan antarbagian atau antarunsur yang membentuk satu kesatuan. Keselarasan dalam perencanaan pembelajaran akan membantu memastikan bahwa seluruh komponen rancangan pembelajaran berada dalam konsistensi dan keterkaitan. Misalnya asesmen harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Begitu pula dengan kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan memperhatikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Jadi, dengan memenuhi kriteria keselarasan ini, perancangan yang telah dibuat memiliki arah dan fokus yang jelas dalam mencapai tujuan.

 

b.      Keberagaman (Variety)

Variety berarti penggunaan jenis-jenis aktivitas yang berbeda. Dalam artian bahwa guru dapat menggunakan berbagai metode, sumber belajar dan media pembelajaran yang beragam sehingga akan meningkatkan motivasi peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dan dapat memenuhi pembelajaran yang berdiferensiasi.

 

 

 

Enhancing Critical Thinking Skills in Chemistry Education: A Solution for the Future of Learning

 

Enhancing Critical Thinking Skills in Chemistry Education: A Solution for the Future of Learning

In an era that increasingly demands critical thinking and problem-solving abilities, critical thinking skills have become one of the key competencies students must possess, particularly in chemistry education. As a chemistry teacher, I recognize that the process of learning chemistry is not just about memorizing formulas and concepts, but also about how students can develop critical thinking skills to solve complex real-world problems.

In my scientific article, I discuss various approaches and strategies that can be used to enhance critical thinking skills in chemistry education. Some of the methods outlined in this article include Project-Based Learning (PjBL), Problem-Based Learning (PBL), structured group discussions, and the use of relevant contexts aligned with the learning materials.

This article not only offers theoretical solutions but is also supported by research findings that show the positive impact of implementing these learning models in the classroom. With the right approach, we can help students think more critically, analytically, and creatively when solving chemistry problems, while preparing them to face challenges in the workplace and in everyday life.

For more detailed information and in-depth discussion, feel free to read my full article, titled 

Efforts to Develop Students' Critical Thinking Skills in Chemistry Learning: Systematic Literature Review

published in Jurnal Penelitian Pendidikan IPA (JPPIPA) UNRAM. The article also includes practical examples that can be applied in your chemistry classroom.

Feel free to leave a comment or question. Let’s work together to improve the quality of chemistry education in Indonesia and equip students with the critical thinking skills needed for the 21st century!

The Gift of the Magi by O Henry

 The Gift of the Magi



ONE DOLLAR AND EIGHTY-SEVEN CENTS. That was all. And sixty cents of it was in pennies. Pennies saved one and two at a time by bulldozing the grocer and the vegetable man and the butcher until one's cheek burned with the silent imputation of parsimony that such close dealing implied. Three times Della counted it. One dollar and eighty-seven cents. And the next day would be Christmas.

There was clearly nothing left to do but flop down on the shabby little couch and howl. So Della did it. Which instigates the moral reflection that life is made up of sobs, sniffles, and smiles, with sniffles predominating.

While the mistress of the home is gradually subsiding from the first stage to the second, take a look at the home. A furnished flat at $8 per week. It did not exactly beggar description, but it certainly had that word on the look-out for the mendicancy squad.

In the vestibule below was a letter-box into which no letter would go, and an electric button from which no mortal finger could coax a ring. Also appertaining thereunto was a card bearing the name 'Mr. James Dillingham Young.'

The 'Dillingham' had been flung to the breeze during a former period of prosperity when its possessor was being paid $30 per week. Now, when the income was shrunk to $20, the letters of 'Dillingham' looked blurred, as though they were thinking seriously of contracting to a modest and unassuming D. But whenever Mr. James Dillingham Young came home and reached his flat above he was called Jim' and greatly hugged by Mrs. James Dillingham Young, already introduced to you as Della. Which is all very good.

Della finished her cry and attended to her cheeks with the powder rag. She stood by the window and looked out dully at a grey cat walking a grey fence in a grey backyard. To-morrow would be Christmas Day, and she had only $1.87 with which to buy Jim a present. She had been saving every penny she could for months, with this result. Twenty dollars a week doesn't go far. Expenses had been greater than she had calculated. They always are. Only $1.87 to buy a present for Jim. Her Jim. Many a happy hour she had spent planning for something nice for him. Some- thing fine and rare and sterling - something just a little bit near to being worthy of the honour of being owned by Jim.

There was a pier-glass between the windows of the room. Per- haps you have seen a pier-glass in an $8 flat. A very thin and very agile person may, by observing his reflection in a rapid sequence of longitudinal strips, obtain a fairly accurate conception of his looks. Della, being slender, had mastered the art.

Suddenly she whirled from the window and stood before the glass. Her eyes were shining brilliantly, but her face had lost its colour within twenty seconds. Rapidly she pulled down her hair and let it fall to its full length.

Now, there were two possessions of the James Dillingham Youngs in which they both took a mighty pride. One was Jim's gold watch that had been his father's and his grandfather's. The other was Della's hair. Had the Queen of Sheba lived in the flat across the airshaft, Della would have let her hair hang out the window some day to dry just to depreciate Her Majesty's jewels and gifts. Had King Solomon been the janitor, with all his treasures piled up in the basement, Jim would have pulled out his watch every time he passed, just to see him pluck at his beard from envy.

So now Della's beautiful hair fell about her, rippling and shining like a cascade of brown waters. It reached below her knee and made itself almost a garment for her. And then she did it up again nervously and quickly. Once she faltered for a minute and stood still while a tear or two splashed on the worn red carpet.

 On went her old brown jacket; on went her old brown hat. With a whirl of skirts and with the brilliant sparkle still in her eyes, she fluttered out of the door and down the stairs to the street.

Where she stopped the sign read: 'Mme. Sofronie. Hair Goods of All Kinds.' One flight up Della ran, and collected herself, panting. Madame, large, too white, chilly, hardly looked the 'Sofronie.'

'Will you buy my hair?' asked Della.

'I buy hair,' said Madame. "Take yer hat off and let's have a sight at the looks of it.'

Down rippled the brown cascade.

'Twenty dollars,' said Madame, lifting the mass with a practised hand.

'Give it to me quick,' said Della.

Oh, and the next two hours tripped by on rosy wings. Forget the hashed metaphor. She was ransacking the stores for Jim's present.

She found it at last. It surely had been made for Jim and no one else. There was no other like it in any of the stores, and she had turned all of them inside out. It was a platinum fob chain simple and chaste in design, properly proclaiming its value by substance alone and not by meretricious ornamentation - as all good things should do. It was even worthy of The Watch. As soon as she saw it she knew that it must be Jim's. It was like him. Quietness and value - the description applied to both. Twenty-one dollars they took from her for it, and she hurried home with the 87 cents. With that chain on his watch Jim might be properly anxious about the time in any company. Grand as the watch was, he sometimes looked at it on the sly on account of the old leather strap that he used in place of a chain.

When Della reached home her intoxication gave way a little to prudence and reason. She got out her curling irons and lighted the gas and went to work repairing the ravages made by generosity added to love. Which is always a tremendous task, dear friends - a mammoth task.

Within forty minutes her head was covered with tiny, close- lying curls that made her look wonderfully like a truant schoolboy. She looked at her reflection in the mirror long, carefully, and critically.

'If Jim doesn't kill me,' she said to herself, 'before he takes a second look at me, he'll say I look like a Coney Island chorus girl. But what could I do -- oh! what could I do with a dollar and eighty-seven cents?'

At seven o'clock the coffee was made and the frying-pan was on the back of the stove, hot and ready to cook the chops.

Jim was never late. Della doubled the fob chain in her hand and sat on the corner of the table near the door that he always entered. Then she heard his step on the stair away down on the first flight, and she turned white for just a moment. She had a habit of saying little silent prayers about the simplest everyday things, and now she whispered: 'Please God, make him think I am still pretty.'

The door opened and Jim stepped in and closed it. He looked thin and very serious. Poor fellow, he was only twenty-two - and to be burdened with a family! He needed a new overcoat and he was without gloves.

Jim stepped inside the door, as immovable as a setter at the scent of quail. His eyes were fixed upon Della, and there was an expression in them that she could not read, and it terrified her. It was not anger, nor surprise, nor disapproval, nor horror, nor any of the sentiments that she had been prepared for. He simply stared at her fixedly with that peculiar expression on his face.

Della wriggled off the table and went for him.

Jim, darling,' she cried, 'don't look at me that way. I had my hair cut off and sold it because I couldn't have lived through Christmas without giving you a present. It'll grow out again - you won't mind, will you? I just had to do it. My hair grows awfully fast. Say "Merry Christmas!" Jim, and let's be happy. You don't know what a nice - what a beautiful, nice gift I've got for you.'

'You've cut off your hair?' asked Jim, laboriously, as if he had not arrived at that patent fact yet even after the hardest mental labour.

 'Cut it off and sold it,' said Della. 'Don't you like me just as well, anyhow? I'm me without my hair, ain't I?'

Jim looked about the room curiously.

‘You say your hair is gone?' he said with an air almost of idiocy.  

‘You needn't look for it,' said Della. 'It's sold, I tell you -- sold and gone, too. It's Christmas Eve, boy. Be good to me, for it went for you. Maybe the hairs of my head were numbered,' she went on with a sudden serious sweetness, 'but nobody could ever count my love for you. Shall I put the chops on, Jim?'

Out of his trance Jim seemed quickly to wake. He enfolded his Della. For ten seconds let us regard with discreet scrutiny some inconsequential object in the other direction. Eight dollars a week or a million a year what is the difference? A mathematician or a wit would give you the wrong answer. The magi brought valuable gifts, but that was not among them. This dark assertion will be illuminated later on.

Jim drew a package from his overcoat pocket and threw it upon the table.

'Don't make any mistake, Dell,' he said, 'about me. I don't think there's anything in the way of a haircut or a shave or a shampoo that could make me like my girl any less. But if you'll unwrap that package you may see why you had me going awhile at first.'

White fingers and nimble tore at the string and paper. And then an ecstatic scream of joy, and then, alas! a quick feminine change to hysterical tears and wails, necessitating the immediate employment of all the comforting powers of the lord of the flat.

For there lay The Combs - the set of combs, side and back, that Della had worshipped for long in a Broadway window. Beautiful combs, pure tortoiseshell, with jewelled rims -- just the shade to wear in the beautiful vanished hair. They were expensive combs, she knew, and her heart had simply craved and yearned over them without the least hope of possession. And now they were hers, but the tresses that should have adorned the coveted adornments were gone.

But she hugged them to her bosom, and at length she was able to look up with dim eyes and a smile and say: 'My hair grows so fast, Jim!'

And then Della leaped up like a little singed cat and cried, 'Oh, oh!"

Jim had not yet seen his beautiful present. She held it out to him eagerly upon her open palm. The dull precious metal seemed to flash with a reflection of her bright and ardent spirit.

'Isn't it a dandy, Jim? I hunted all over town to find it. You'll have to look at the time a hundred times a day now. Give me your watch. I want to see how it looks on it.'

Instead of obeying, Jim tumbled down on the couch and put his hands under the back of his head and smiled.

'Dell,' said he, 'let's put our Christmas presents away and keep 'em awhile. They're too nice to use just at present. I sold the watch to get the money to buy your combs. And now suppose you put the chops on.'

The magi, as you know, were wise men -- wonderfully wise men -- who brought gifts to the Babe in the manger. They invented the art of giving Christmas presents. Being wise, their gifts were no doubt wise ones, possibly bearing the privilege of exchange in case of duplication. And here I have lamely related to you the uneventful chronicle of two foolish children in a flat who most unwisely sacrificed for each other the greatest treasures of their house. But in a last word to the wise of these days, let it be said that of all who give gifts these two were the wisest. Of all who give and receive gifts, such as they are wisest. Everywhere they are wisest. They are the magi.

TOPIK 1 Koneksi Antar Materi PPDP PPG Prajabatan

 T1-Koneksi Antar Materi

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya


1.        Menurut Anda, apakah kegiatan belajar yang dilakukan oleh guru di kelas sudah sesuai dengan latar belakang, perkembangan, dan kesiapan peserta didik? Elaborasi jawab Anda.

Berdasarkan observasi yang telah saya lakukan terhadap pembelajaran yang guru pamong lakukan bahwa guru memfasilitasi setiap peserta didik tanpa membeda-beda latar belakang baik etnis, budaya maupun status sosial. Dalam artian bahwa setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pengajaran.

Berkaitan dengan perkembangan peserta didik, materi pembelajaran dan soal-soal yang diberikan guru sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik. Selain itu pula, menurut observasi yang telah dilakukan, guru merancang pembelajaran yang tidak hanya meningkatkan mind-on tetapi juga hands-on. Hal ini saya amati ketika pembelajaran elektrolisis. Pada pembelajaran elektrolisis tidak hanya fokus dengan materi namun diajak untuk melakukan salah satu penerapan dari elektrolisis yaitu mengenai penyepuhan logam. Sebelum melakukan praktikum penyepuhan logam, guru mengajak peserta didik untuk mengamati beberapa benda yaitu emas murni, dan perhiasan imitasi. Guru juga menghubungkan kedua benda tersebut dengan harga jualnya. Kemudian peserta didik melakukan praktikum penyepuhan. Dengan adanya praktikum tersebut, peserta didik mengetahui bahwa suatu logam dapat dilapasi oleh yang lainnya, peserta didik juga mengetahui bahwa dalam penyepuhan logam yang akan disepuh diletakkan di katoda sedangkan penyepuhnya adalah larutan elektrolit. Adanya kegiatan praktikum ini, akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengamati, melakukan dan mengidentifikasi secara langsung terhadap objek yang dipelajari. Dengan demikian, guru telah menyesuaikan pembelajaran dengan perkembangan peserta didik, karena telah memasukkan konteks dunia nyata dalam pembelajaran, sehingga peserta didik dapat menghubungkan pelajaran dengan kehidupan mereka serta menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan perkembangan peserta didik.

Kesiapan peserta didik juga menjadi hal yang penting dalam pembelajaran. Kesiapan peserta didik, terdiri dari 3 aspek yaitu minat, motivasi dan gaya belajar peserta didik. Menurut saya, kegiatan belajar yang dilakukan guru juga sudah sesuai dengan kesiapan peserta didik. Guru telah merancang pembelajaran sehingga sesuai dengan gaya belajar anak. Seperti yang telah saya amati pada pembelajaran bentuk molekul, guru mempersiapkan berbagai media seperti video youtube terintegrasi kuis untuk memahami teori VSEPR, menggunakan website https://phet.colorado.edu/ untuk mempelajari bentuk molekul dan juga menggunakan plastisin serta molymod agar peserta didik terlibat dalam membuat bentuk molekul. Penggunaan media yang telah disebutkan membuat pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan untuk diikuti oleh peserta didik.

 

2.        Menurut Anda, apa saja hal yang harus dipertimbangkan oleh guru saat membuat perencanaan pembelajaran agar proses pembelajaran berfokus pada peserta didik?

Menurut saya, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan kembali oleh guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, diantaranya:

a.         Tujuan Pembelajaran

Sebagai guru perlu menentukan tujuan yang jelas dan spesifik untuk setiap sesi pembelajaran. Tujuan yang baik akan membantu mengarahkan kegiatan pembelajaran dan memastikan bahwa peserta didik mencapai hasil yang diharapkan.

b.      Latar belakang, perkembangan, dan kesiapan peserta didik

Guru perlu mengenai latar belakang etnis, budaya dan status sosial peserta didik, serta tahap perkembangan dan kesiapan peserta didik (minat, motivasi, gaya belajar) sehingga guru dapat mengenali kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Dengan memahami peserta didik secara individu, guru dapat merancang pembelajaran yang relevan dan menarik bagi mereka serta sesuai dengan yang dibutuhkan peserta didik.

c.         Konten Pembelajaran

Guru perlu memilih konten yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik. Pastikan konten tersebut relevan, akurat, dan dapat diakses oleh peserta didik. Gunakan berbagai sumber daya seperti buku teks, materi online, dan materi audiovisual untuk mendukung pembelajaran.

d.         Metode Pembelajaran

Memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan peserta didik. Gunakan pendekatan yang beragam seperti ceramah, diskusi kelompok, studi kasus, atau proyek kolaboratif. Hal ini akan membantu meningkatkan keterlibatan peserta didik dan memfasilitasi pemahaman yang lebih baik.

e.         Evaluasi Pembelajaran

Merencanakan asesmen yang sesuai untuk mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. Guru dapat mengguankan berbagai instrumen penilaian seperti tes, tugas, atau proyek untuk mengukur pemahaman peserta didik. Asesmen yang dirancang dengan baik akan memberikan umpan balik yang berguna bagi peserta didik dan membantu guru dalam mengevaluasi efektivitas pembelajaran.

f.          Keselamatan dan Kesehatan

Memastikan bahwa lingkungan pembelajaran aman dan sehat bagi peserta didik. Pertimbangkan faktor-faktor seperti kebersihan, keamanan, dan kenyamanan ruang belajar. Juga, perhatikan kebutuhan khusus peserta didik seperti aksesibilitas bagi peserta didik dengan disabilitas.

g.         Keterlibatan Peserta Didik

Melibatkan peserta didik dalam perencanaan pembelajaran. Berikan mereka kesempatan untuk memberikan masukan, berbagi pendapat, dan mengambil bagian aktif dalam proses pembelajaran. Ini akan meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.

Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, diharapkan kita sebagai guru dapat membuat perencanaan pembelajaran yang ideal yang berpihak pada peserta didik. Perencanaan yang baik akan membantu menciptakan pembelajaran yang efektif, menarik, dan relevan bagi peserta didik.

Topik 5. Eksplorasi Konsep LK 5.2 PSE Pembelajaran Sosial Emosional

 Topik 5. Eksplorasi Konsep

Social Emotional Learning

                 

Lembar Kerja 5.2

1.        Apa saja dimensi school well-being? Identifikasi apakah dimensi tersebut sudah ada di sekolah Anda? (tempat Anda menimba ilmu sebelumnya atau sekolah lain yang pernah Anda amati)

Jawaban:

Konsep school well-being terdiri dari empat dimensi yang bisa diterapkan yaitu having (kondisi sekolah), loving (hubungan sosial), being (pemenuhan diri) dan health (status kesehatan). Di sekolah tempat saya menimba ilmu, ke empat dimensi tersebut sudah saya rasakan, begitupun dengan sekolah tempat saya PPL.

Saya dapat melihat empat dimensi itu telah ada. Having yaitu bagaimana persepsi dan perasaan individu terhadap kondisi sekolah. Dimensi ini meliputi lingkungan fisik sekolah, termasuk kenyamanan, rasa aman, kebisingan, pertukaran udara, ruang terbuka, dan lain

sebagainya. Hal di atas sudah terpenuhi di tempat saya menimba ilmu dan tempat PPL. Aspek lain dari kondisi sekolah berhubungan dengan kondisi pembelajaran, seperti kurikulum, jumlah peserta kelas. Aspek lain adalah bagaimana peserta didik merasa mendapatkan

dukungan atau pelayanan selama bersekolah, seperti kantin, ruang kesehatan, wali kelas,

guru bimbingan konseling yang telah ada di tempat saya menimba ilmu dan tempat PPL.

Loving mengacu pada lingkungan sosial saat pembelajaran, meliputi hubungan dengan guru, dengan teman sekelas, interaksi dalam kelompok. Dimensi ini pada dasarnya mengacu pada iklim atau suasana di sekolah. Relasi yang baik antara peserta didik, guru dan peserta didik, dan guru dengan sesama guru menciptakan iklim sekolah yang baik serta harmonis. Hal tersebut telah saya rasakan pada saat menimbal ilmu, dan melihatnya di tempat PPL.

Being mengacu pada bagaimana individu di sekolah menghargai keberadaan mereka.

Dalam hal ini guru dapat bekerja dengan baik dan menghargai perannya. Peserta didik atau peserta didik juga merasa percaya diri, bahagia mendapatkan pendidikan. Being juga mengacu sampai seberapa besar sekolah melibatkan peserta didik, mendorong kreativitas peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan atau program dari OSIS dan Ekstrakurikuler yang ada di sekolah.

Health (status kesehatan) mengacu pada kesehatan fisik dan mental peserta didik/peserta didik dan guru. Dalam hal ini, kebahagiaan/kesejahteraan peserta didik sangat dipengaruhi oleh kondisi sekolah, seperti rencana pembelajaran, budaya sekolah, orientasi pendidikan, infrastruktur, fasilitas, kondisi kelas, dan dukungan dari guru maupun pihak manajemen sekolah. Hal ini sudah dipenuhi oleh sekolah saya yaitu dengan adanya Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan juga Konsultasi oleh guru Bimbingan Konseling.

 

2.        Faktor apa yang dapat mempengaruhi school well-being?

Jawaban:

Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi school-well-being, diantaranya:

a.       Kondisi guru

Ramberg, dkk (2019) menjelaskan bahwa stress pada guru dapat mempengaruhi kesejahteraan sekolah, khususnya peserta didik. Beban kerja dan kewajiban guru membuat guru rentan terhadap stres. Stres pada guru membuat komunikasi antar peserta didik dan guru menjadi kurang lancar. Guru juga tidak dapat memberikan dukungan penuh pada peserta didik. Dalam hal ini, guru adalah agen penting untuk menciptakan lingkungan sekolah yang sejahtera.

b.      Kemampuan memahami orang lain

Roffey (2008) menjelaskan kemampuan memahami orang lain sebagai emotional literacy. Kemampuan ini dapat mendukung peserta didik beradaptasi dengan budaya sekolah dan meningkatkan proses belajar peserta didik.

c.       Kepribadian peserta didik

Selain faktor guru dan sekolah, pada dasarnya peserta didik juga berperan dalam menciptakan school well-being. Kepribadian peserta didik, termasuk motivasi belajar, kemampuan berkomunikasi, disiplin dan kemampuan bekerjasama juga sangat mempengaruhi school well-being. Dalam hal ini semua warga sekolah berperan dalam menciptakan school well-being.

 

d.      Iklim atau situasi ruang kelas

Suasana kelas yang positif, ramah, dan mendukung dapat menciptakan rasa nyaman bagi peserta didik. Guru yang bersikap ramah, dan memberikan umpan balik positif serta memberikan pujian terhadap pekerjaan peserta didik akan membantu menciptakan suasana yang positif di kelas.

 

3.        Bagaimana peran pembelajaran sosial-emosional dalam menciptakan school well-being?

Jawaban:

PSE secara umum berfungsi untuk membantu individu baik anak-anak maupun dewasa dalam mengembangkan kemampuan dasar untuk hidup lebih baik. Tujuan dari PSE adalah untuk mengembangkan KSE yang terdiri dari:

a.         Self-awareness (Kesadaran diri)

Kemampuan untuk memahami emosi, pemikiran, dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku dalam berbagai situasi.

b.         Self -management (Manajemen diri)

Kemampuan untuk mengatur emosi, pemikiran dan perilaku secara efektif pada situasi yang berbeda.

c.         Responsible decision making (Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Membuat pilihan yang tepat dan konstruktif pada situasi tertentu

d.         Social awareness (kesadaran sosial)

Kemampuan memahami perspektif yang berbeda termasuk berempati terhadap kondisi individu dengan latar belakang yang berbeda.

e.         Relationship skills (keterampilan sosial)

Kemampuan menjalin dan mempertahankan hubungan/relasi yang sehat dan efektif dengan individu dari latar belakang yang berbeda.

Dengan demikian melalui PSE, peserta didik akan belajar mengembangkan rasa empati, komunikasi, kerjasama, kemampuan mengatasi stres, dan penyelesaian konflik serta meningkatkan hubungan yang positif antara peserta didik dan guru, antar peserta didik maupun dengan warga sekolah lainnya. Hal ini akan membantu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perkembangan peserta didik. Lingkungan yang demikian akan membantu dalam meningkatkan kemampuan akademik peserta didik. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Zeidner dan Olnick-Shemesh (2010) bahwa kecerdasan emosional berkorelasi kuat dengan well-being (kesejahteraan) dan berbagai variabel lain, seperti lebih sering munculnya perasaan positif, harga diri yang lebih tinggi, kepuasan hidup yang lebih besar, dan adanya keterlibatan sosial (social engagement). 

Berdasarkan hal tersebut PSE berperan untuk menciptakan 4 dimensi dari school well-being. Berikut penjelasan masing-masingnya.

a.         Having

PSE juga membantu peserta didik untuk mengembangkan rasa memiliki terhadap lingkungan sekolah mereka dengan mengajarkan pentingnya merawat dan menjaga lingkungan fisik dan sosial.

b.         Loving

PSE juga membantu dalam membangun hubungan yang positif antara peserta didik dan guru, yang merupakan bagian penting dari lingkungan sekolah yang mendukung.

c.         Being

·         PSE membantu peserta didik untuk mengembangkan identitas mereka sendiri dan meningkatkan kepercayaan diri. Ketika peserta didik merasa diterima dan dihargai oleh lingkungan sekolah mereka, mereka cenderung merasa lebih nyaman menjadi diri mereka sendiri dan mengeksplorasi minat dan bakat mereka.

·         PSE juga membantu peserta didik untuk mengelola emosi mereka dengan baik, yang memungkinkan mereka untuk menjalani kehidupan sekolah dengan lebih tenang dan percaya diri.

d.         Health

PSE berkontribusi pada kesejahteraan fisik dan mental peserta didik. Ketika peserta didik memiliki keterampilan sosial dan emosional yang baik, mereka lebih mampu mengatasi stres, kecemasan, dan tekanan yang mungkin mereka alami, yang pada akhirnya meningkatkan kesehatan mental peserta didik.

 

4.        Tuliskan hal-hal yang sudah Anda ketahui sebelumnya mengenai school well-being!

Jawaban:

Hal-hal yang sudah saya ketahui sebelumnya yaitu sekolah sebagai wadah bagi peserta didik untuk memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stres yang rendah, sehat secara fisik dan mental, kualitas hidup yang baik, kesehatan secara fisik dan mental agar mampu menyelesaikan tantangan, mencapai kebahagiaan, dan kepuasan dalam kehidupan.

 

5.        Tuliskan hal-hal baru yang Anda pelajari dari topik ini atau dari video yang sudah Anda tonton pada bagian sebelumnya!

Jawaban:

Dari topik ini, terdapat hal-hal baru yang saya pelajari diantaranya:

·           School well-being adalah kondisi dimana individu dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik materiil maupun non-materiil di sekolah yang terdiri atas empat dimensi yaitu (1) having (kondisi/situasi sekolah), (2) loving (mengarah pada hubungan sosial), (3) being (pemenuhan diri), dan (4) health (kesehatan peserta didik/guru secara umum).

·           Terdapat 4 tipe iklim ruang kelas yang dapat mempengaruhi kesejahteraan di sekolah

High Control
Low Warmth

1. Sangat berorientasi pada tugas.
2. Menggunakan hukuman atau membuat malu.
3. Jarang/tidak pernah memberikan pujian.
4. Guru yang memiliki inisiatif
5. Lebih berpusat pada guru/guru lebih banyak berbicara.

High Control
High Warmth

1. Memberikan hadiah/pujian bagi perilaku yang diinginkan
2. Menanggapi peserta didik.
3. Berfokus pada tugas.
4. Kebanyakan inisiatif dari guru.
5. Guru banyak menjadi fokus/lebih banyak berbicara.

Low Control
High Warmth

1. Seringkali memberikan pujian.
2. Peraturan yang informal.
3. Peserta didik dapat menanggapi dengan spontan.
4. Guru berperan sebagai moderator atau partisipan.

Low Control
Low Warmth

1. Guru seringkali membentak.
2. Sedikit peraturan di kelas.
3. Guru berbicara untuk meminimalisir perilaku peserta didik.
4. Kurang adanya kegiatan atau tugas.

 

 

6.        Apa hal-hal yang ingin Anda pelajari lebih lanjut?

Jawaban:

Saya ingin mempelajari lebih lanjut terkait implementasi pembelajaran menggunakan experiental learning untuk pembelajaran emosional agar tercipta school well being. Selain itu, saya ingin mempelajari cara merancang program atau kegiatan yang dapat menciptakan school well being.

 

Kesimpulan

School well-being adalah konsep yang berfokus pada penciptaan dan pemeliharaan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan holistik peserta didik dan semua anggota komunitas sekolah.

School well-being dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya:

o   Kondisi guru

o   Kemampuan memahami orang lain

o   Kepribadian peserta didik

o   Iklim atau situasi ruang kelas

Konsep school well-being terdiri dari empat dimensi yang bisa diterapkan yaitu:

o   Having (kondisi sekolah)

o   Loving (hubungan sosial)

o   Being (pemenuhan diri)

o   Health (status kesehatan)

School well-being memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bisa memberikan pandangan dan pendapat tentang kondisi lingkungan sekolah secara keseluruhan berdasarkan pengalaman yang mereka rasakan sendiri. School well-being dapat meningkatkan afeksi yang baik terhadap sekolah dan kegiatan belajarnya. Pemenuhan kebutuhan anak dan hubungan baik antara guru dengan peserta didik dapat meningkatkan kesehatan mental anak.

Referensi:

Ramberg, J., LĂ„ftman, S. B., Almquist, Y. B., & Modin, B. (2019). School effectiveness and students’ perceptions of teacher caring: A multilevel study. Improving Schools22(1), 55-71.

Roffey, S. (2008). Emotional literacy and the ecology of school wellbeing. Educational and child psychology25(2), 29-39.

Zeidner, M., & Olnick-Shemesh, D. (2010). Emotional intelligence and subjective well-beingrevisited. Personality and Individual Differences, 48(4), 431–435.https://doi.org/10.1016/j.paid.2009.11.011